Rabu, 09 Juli 2014

KEDATANGAN SUKU WOIRATA DI KISAR




MENYINGKAP TABIR TENTANG EKSISTENSI SUKU WOIRATA
DAN MENELUSURI JEJAK PERJALANAN SERTA KEDATANGANNYA
DI PULAU KISAR

Pendahuluan
            Tulisan ini sesuai keterangan para tokoh adat di Woirata, yang didasarkan pada penuturan leluhur tentang jejak perjalanan etnik woirata zaman dahulu sebelum dan sesudah mereka berada di pulau Kisar.
            Penulisan inipun adalah tanggapan terhadap wacana yang telah beredar tahun 1933/1934, sesuai  kajian antropolog Belanda, J.P.B de Josselin de Jong yang mengukapkan bahwa : “etnik Woirata (orang Oirata) adalah komonitas baru dipulau Kisar dan merupakan imigran dari daerah timur laut Pulau Timor (kini Timor Leste) sejak tahun 1725.”
            Kajian itu dikutip lagi oleh Bapak Soewarsono dari LIPI Jakarta dalam penulisan deskripsinya berjudul “Ekologi Bahasa Oirata,” (hal 3 dan 11) pada acara seminar bahasa Oirata di ruang LIPI Ambon tanggal 2 September 2013.
            Olehnyta penulisan ini dibuat sebagai retorsi terhadap hasil kajian tersebut yang merupakan keterangan yang dianggap keliru serta masih jauh dari keabsahannya. Dengan demikian uraian berikut akan menyingkap tabir tentang seluk beluk dan eksistensi suku Woirata sekaligus jawaban terhadap pertanyaan diantaranya sebagai berikut :
1.      Dari mana asal mula etnik Woirata dan apa sebab mereka berada di Pulau Kisar ?
2.      Kapan suku Woirata berada di Pulau Kisar dan bagaimana jejak perjalanan sebelum dan sesudah berada di Pulau Kisar ?
Berikut uraiannya :
A.  WOIRATA IDENTITAS OIRATA
            “WOIRATA” sebutan orsinil identitas orang Oirata sekarang yaitu suku pribumi pulau Kisar yang pertama kali menghuni pulau ini, setelah itu baru datang lagi suku pribumi lainnya yaitun MEHER. Kedua suku tersebut telah bersama-sama menghuni darata Pulau Kisar selama kurun waktu yang tidak diketahui (zaman pra sejarah) hingga kedatangan bangsa Eropa di Nusantara pada abad ke 16.
            Khusus tentang suku Woirata masa kini terdiri atas dua desa pemerintahan yaitu Oirata Timur dan Oirata Barat. Kendati berbeda administrasi pemerintahannya namun berdasarkan penataan para leluhur memiliki kesatuan adat istiadat dan budaya serta bahasa daerah yaitu “Woirata Sohon” artinya bahasa Oirata.
            Dalam komunitas masyarakat Oirata terdapat sejumlah kelompok keluarga kecil yang disebut mata rumah (bahasa Oirata : Le Inatapu). Kemudian kelompok mata rumah tergabung lagi dalam wadah yang disebut, Soa (bhs Oirata : Padta). Suku Woirata terdiri 7 (tujuh) Soa yaitu Hano’o, Salawaku, Paumodo, dan Hunlori, berada dalam administrasi pemerintahan Desa Oirata Timur. Sedangkan desa Oirata Barat membawahi Soa Irara (Ira), Audoro dan hai yau (hayau).


Jejak perjalan serta kedatangan ke tujuh soa suku Woirata di Pulau Kisar tidak serentak tiba secara bersamaan atau dalam satu waktu tertentu sebaliknya setiap mata rumah dan Soa punya Kisah perjalanan tersendiri yang unik dan berbeda satu sama lain, sejak dari daerah asal dan melewati berbagai tempat yang pada akhirnya mereka sampai dan bertemu di pulau ini. Umumnya kisah perjalanan setiap soa itu mengandung unsur supranatural dan misteri yang justru kontraks dengan logika. Akan tetapi hal yang merupakan dasar kebenaran tentang peristiwa masa lalu yang unik adalah terdapat pembuktiannya sebagai fakta sejarah, misalnya lokasi, benda maupun situs sejarah lainnya yang masih ada sampai hari ini.

Kisah perjalanan dalam suku Woirata sebagai berikut :
B.   Soa Hanoo
            Sesuai tuturan leluhur bahwa soa Hanoo adalah penemu darata pulau Kisar karena salah satu diantara moyang soa Hanoo yaitu keluarga Nami Pitu Ratu, merupakan identitas manusia suku Woirata yang pertama kali menemukan dan menghuni darata yang kini bernama KISAR. Moyang Soa Hanoo tersebut adalah diantara beberapa keluarga yang tinggalkan daerah asalnya tanpa disebutkan. Hanya dalam penuturan leluhur bahwa mereka datang dari arah matahari terbenam menuju arah matahari terbit  (bhs Woirata : Wadtu iranen naa ma’u, wadtu iyasuylen mara; artinya wadtu = matahari ; iranen = terbenam ; naa = dari; ma’u = datang’  iyasuylen =terbit; mara = menuju/pergi. )
            Dalam perjalanan dari daerah asal mereka tibah di Pulau Wera-Wero yang terletak disebelah selatan Pulau Damer. Dari sana mereka berangkat lagi dan suatu ketika terjadi musibah dilaut sehingga perahunya terbalik dan tengelam antara pulau Timor dan Pualau Kisar. Akhirnya sebagian keluarga sempat berenang dan tibah di Pulau Timor dan keturunannya masih ada sampai hari ini.
            Sedangkan salaha satu keluarga yaitu Nami Pitu Ratu berenang dengan bantuan seekor ikan Raya bernama Paus (bhs Woirata: Ohoru) yang mendaratkan mereka di Pulau Kisar  ( saat itu belum bernama Kisar). Keluarga tersebut mendarat pada sebuah pantai kecil di pesisir selatan bagian timur yang kini dikenal namanya Mulikaul (bhs Woirata: Wilkaul sere). Kemudian mereka membuat pemukiman pada sebuah perbukitan di sebelah utara pantai Wilkaul dan diberi nama “ILI KESI” artinya negeri tetap (bhs Woirata: Ili = negeri, Kesi =Tetap).
            Oleh karena itu  Ili Kesi yang disebut dalam tuturan para leluhur suku Woirata tersirat sebagai negeri pertama dan tertua  di daratan pulau Kisar. Pada suatu ketika terjadi tsunami (bhs Woirata: Lalun Pitu artinya gelombang tujuh) yang memporak-poranda daratan pulau ini sehingga enam orang anaknya mengungsi ke Pulau Timor menyelamatkan diri. Sedangkan orang tua mereka bersama anaknya bungsu tertinggal di Ili Kesi. Dari pulau timor keenam anak itu ke pulau Leti dan keberadaan mereka di sana ternyata merupakan perpisahan yang cukup lama. Berdasarkan penuturan leluhur tersebut maka disimpulkan bahwa penemuan daratan Pulau Kisar zaman purba oleh moyang Hanoo tersebut diperkirakan jauh sebelum tahun Masehi.
            Sampai dengan empat generasinya, namun daratan ini belum bernama. Hanya statusnya sebagai Pulau yang keramat dan disebut Tanah Tapisan atau saringan (bhs Woirata: Uma Ti-tin, Uma Tape-tapen, Uma Ulina Uma Laulaur). Pengertian filosofinya adalah pulau ini merupakan pulau keramat dan berfungsi sebagai tanah tapisan bagi kehidupan dan perilaku setiap orang terutama warganya.  Misalkan barang siapa berprilaku buruk ataupun berhati jahat terhadap sesamanya maka resikonya sangat fatal. Apalagi jika ada diantara orang tertentu memberanikan membuat pernyataan dan keterangan sepihak tak berdasar maka hal tersebut bisa jadi bumerang baginya.

            Pada zaman purba identitas daratan Pulau Kisar sebelum bernama ada sebutan sesuai bahasa Woirata  “DALAP PITU” (bhs Woirata: Dalap= tingkat, Pitu = Tujuh). Mungkin sebutan ini merupakan julukan bagi daratan pulau Kisar zaman purba sebagai daratan yang bertingkat tujuh. Hal ini karena daratan sekeliling pulau Kisar bila diamati kelihatannya bertingkat-tingkat mulai dari pesisir pantai. Jika argumen ini ada unsur kebenarannya maka hal ini diperkuat dengan hasil survei salah satu tim peneliti geologi dan kelautan dari Bandung Tahun 2013 yang mengisyaratkan bahwa struktur daratan pulau Kisar dan perairan laut sekelilingnya terdiri atas beberapa tingkatan atau terap mulai dari dasar laut. Selain itu ada juga sebutan yang mirip dengan nama tersebut di atas yaitu sesuai bahasa daerah suku Tugun di Pulau Wetar tentang identitas Pulau Kisar zaman dahulu adalah “CALA HITU”. Sedangkan menurut bahasa Talur dan Galole serta Makasai menyebut Pulau Kisar dengan nama “DALA HITU”. Ada sinonim dalam kedua bahasa daerah tersebut tentang nama pulau Kisar yaitu Cala dan Dala berarti Tingkat dan Hitu artinya Tujuh. Dengan demikian maka daratan Pulau Kisar masa Purba sudah dikenal sebagai daratan yang bertingkat tujuh.
C.       Kedatangan Soa Lain Suku Woirata
            Pada masa generasi keempat keluarga Nami Pitu Ratu setelah Tsunami barulah dikenal keluarga Lewenmali, Asamali, Kiklili, Warmau serta beberapa saudaranya mendiami secara tetap di Pulau ini. Saat itu mulai berdatangan enam Soa tersebut di atas secara berurutan. Mereka datang dari berbagai tempat sesuai jalur perjalanan sendiri. Ada yang datang dari arah selatan maupun dari utara juga dari arah timur dan barat. Tibanya setiap soa di pulau ini dalam kurun waktu yang berbeda kemudian mereka semua menyatu dengan keluarga besar Lewenmali Asamali lalu menghuni tempat pemukiman yang diberi nama Manheri dan Mauhara serta Ili Kesi negeri pertama tersebut. Hal ini adalah suatu keunikan tersendiri sebab ketika semua soa dan mata rumah suku Woirata itu datang di Pulau Kisar ternyata bahasa dan adat istiadatnya sama dengan keluarga Lewenmali, Asamali.
            Urutan Kedatangan Enam Soa Suku Woirata selain Soa Hanoo dengan perjalanan masing-masing sebagai berikut :
1.      Soa Irara (Ira)
            Terdiri dari beberapa mata rumah. Dalam perjalanannya ada mata rumah yang tibah lebih awal di Pulau Kisar dan ada yang datang di kemidan hari. Tempat asal soa irara (bahkan semua soa suku Woirata) yang merupakan tanah air mereka tidak disebutkan. Hanya dituturkan bahwa para leluhur mereka tinggalkan tanah airnya dengan sebutan iranen naa ma’u, wadtu iyasuylen mara. Maksudnya ialah perjalanan dan keberangkatan suku Oirata yaitu datang dari arah mata hari terbenam ke arah matahari terbit. Hal ini mereka datang dari arah barat menuju arah timur. Tempat persinggahan keluarga Soa Ira yang masih diketahui setelah dari daerah asal antara lain, Pulau Kei Besar (Weduar), Pulau Gorong (SBT), Pulau Sermata kec.Mdona hiera (mahaleta dan batuh gajah, Pulau Romang, Pulau Wetar dan menjelajahi beberapa tempat di Pulau timor antara lain Maubesi.
            Keluarga soa ira yang lebih awal tibah di Kisar berangkat dari sebuah lokasi bernama Irara dekat Koun. Mereka mendarat di pantai Lilit (liti) dan bermukim sementara di suatu lokasi bernama Irara Kosara. Kemudian mereka bergabung dengan keluarga soa Hanoo di Negeri Manheri.
2.      Soa Salawaku (Selewaku) \
            Terdiri dari beberapa keluarga matarumah. Dalam perjalanannya ada keluarga yang tibah lebih awal dan ada yang datang kemudian dengan menempu jalur tersendiri. Tempat persingahan dalam melakukan perjalanan dimulai dari beberapa lokasi di pulau timor antara lain Maubesi, Maubara, Suai Loro, Lauten dan juga pulau Wetar (tanjung Eden). Setelah tibah di Pulau Kisar mereka bergabung dengan keluarga Lewenmali Asamali di Manheri.
3.      Soa Paumodo
            Mereka juga terdiri dari beberapa keluarga yang berangkat dari arah barat melewati sejumlah lokasi di pulau Timor yaitu Ilmanu, laiway, ili ara, seti ara (kabupaten Lospalos). Dari situ mereka ke pulau leti, pulau Lakor, kemudian terus ke pulau Goron, Pulau Seram, Pulau Romang, (yatun) dan terakhir mendarat di Masin Tutun atau Loron Misi. Selanjutnya bergabung dengan keluarga soa Hanoo. Nama soa Paumodo muncul ketika mereka berada di Iliara Setiara ketika terjadi banjir dasyat terjadi di sana. Mungkin Akibat banjir besar itu maka terciptanya danau yang kini disebut Surbei (bhs Woirata: Surwei Ira).
4.      Soa Audoro
            Perjalanan Soa Audoro terdiri dari beberapa keluarga bersaudara yang melewati sejumlah tempat dimulai dari Pulau Dai kecamatan Babar, Pulau Luang, Pulau Timor dan ada diantaranya di Pulau Wetar. Setelah tibah di pulau kisar mereka di terima di keluarga soa Hanoo.
5.      Soa Hunlori
            Soa Hunlori terdiri dari beberapa keluarga bersaudara. Daerah asal keberangkatan mereka yaitu Pulau Luang dan tibah di Iliara Setiara. Disitu keluarga Hunlori berjumpa dengan keluarga Paumodo. Tempat persinggahan lain adalah Pulau Wetar (tanjung Salaun), Pulau Romang dan akhirnya tiba di pantai Lilit dan selanjutnya bergabung dengan keluarga Hanoo.
Soa Hunlori meninggalkan Luang akibat permusuhan antara dua keluarga bersaudara. Peristiwa lain yang mungkin merupakan salah satu sebab soa Hunlori tinggalkan Luang adalah legenda tentang kehancuran darata Pulau Luang yang dilakukan oleh amukan seekor ikan layar raksasa pada zaman dahulu. (bhs Oirata: isrui lar =ikan layar)
6.      Soa Hay Yau (hayau)
            Nama soa Haiyau muncul sesuai penuturan yang bersamaan dengan kejadian musibah banjir di daerah Iliara Setiara tersebut. Keluarga Haiyau yang berada di Iliara Setiara ketika banjir besar di maksud adalah mata rumah Asatupa dan Hooren. Sesuai tuturan bahwa mereka menempuh perjalanan dari arah matahari terbenam dan tibah di suatu lokasi yang disebut “Hatawi hailai”.  Nama ini mungkin dahulu adalah Betawi atau Batavia pada zaman Belanda. Di Hatawi (jakarta sekarang) mereka terbagi dua Kelompok perjalanan yaitu sebagian melewati jalur selatan yaitu kepulauan Sunda kecil kearah matahari terbit dan tibah di iliara setiara dan berjumpa dengan keluarga Paumodo dan Hunlori. Kelompok yang lain melalui jalur utara yaitu melewati kepulauan sunda besar sampai di suatu lokasi bernama padlau Makasar kemudian menuju Pulau Seram (Hatu) selanjutnya tibah di Ambon (tengah-tengah). Kemudian tibah di Pulau Romang, Pulau Wetar, dan Pulau Timur dan selajutnya tibah di Kisar.
            Berdasarkan garis besar tentang jejak perjalanan setiap Soa suku Woirata maka pertemuan mereka di Pulau Kisar masi merupakan hal yang misteri karena perjalanan mereka ibarat orang-orang petualangan dan musafir tanpa tujuan. Tetapi uniknya ialah ketika mereka berjumpa dengan keluarga besar Lewenmali dan Asamali (Soa Hanoo) ternyata mereka memiliki adat budaya serta  bahasa yang sama. Hal ini suatu kejadian diluar dugaan dan agaknya irasional sebab pada waktu belum ada sarana dan alat komonikasi moderen seperti sekarang yang dapat menuntun arah perjalanan setiap soa tadi untuk bisa berjumpa di Pulau Kisar.



            Akan tetapi dalam penuturan bahasa adat suku Woirata dikatakan bahwa ketika leluhur soa Hanoo masi tinggal sendirian di daratan ini setiap saat mereka berdoa (sesela) dengan doa itu mereka mohon kepada Tuhan agar kiranya ada keluarga lain yang seidentik dengan mereka bisa datang untuk bersama menghuni Pulau ini. Ternyata keluarga sejumlah soa yang datang itu tidak berbeda identitas dengan keluarga Hanoo. Karena itu kedatangan  beberapa soa tersebut di atas   adalah hasil doa permohonan moyang soa Hanoo. Selain tentu ada suatu unsur supranatural yang telah menuntun arah perjalanan setiap soa tadi.
            Selaku umat percaya Tuhan (khusu Kristen) yakin bahwa yang menuntun dan membawa suku Woirata bisa menyatu adalah Kuasa Roh Kudus dari Alla Sang Pencipta.
            Keunikan lainnya adalah dalam aktifitas sosial kemasyarakatan suku Woirata terdapat persamaan mendirikan rumah adat yang identitik dengan kemah sembah kaum Israel yaitu “Tabernakel”. Rumah adat Woirata itu bernama Le Opo yang memiliki persamaan dengan Tabernakel yaitu ada ruaketiga ruangan tersebut pada Le Opo adalah Halaman adalah “Lau-lau”, bilik khusus disebut “Le Panu” dan bilik maha Kudus namanya “Le iya modo kail”. Kemudian membangun negeri sebagai tempat pemukiman dipilih lokasi yang merupkan perbukitan. Sekeliling tempat pemukiman dibuatnya tembok dengan susunan batu karang sebagai pagar yang bertujuan sebagai pengamanan. Unsur persamaan diatas merupakan petunjuk bahwa Suku Woirata adalah sebagian suku Israel. Jika petunjuk itu adalah unsur kebenarannya maka apa penyebabnya sehingga suku woirata bisa ada di pulau Kisar. Sebab suku Israel tergolong bangsa yang berjiwa Patriotisme dan sangat mencintai tanah airnya. Namun apabilah ada yang terpaksa keluar maka ha itu pasti dipicu oleh berbagai masalah antara lain kelaparan (contoh, keluarga Naomi, Rut 1:1-2). Dan juga karena suatu peristiwa ekstrim membuat mereka terusir keluar dari tanah airnya ataupun meluputkan diri daritawanan bangsa lain. Misalnya :
1.      Kerajaan Israel Utara (ibu Kota Samaria) pada tahun 700-an SM diserang oleh Raja Sargon dari Asyur sehingga orang Israel terpencar ke mana-mana.
2.      Kerajaan Yehuda ditaklukan oleh Raja Nebutkatnezar pada tahun 500-an SM dan kota Yerusalem dihancurkan (pembuangan ke Babel) yes.36:1, Yer. 25:9-11.
3.      Tahun 70 M, kota Yerusalem dihancurkan lagi oleh bala tentara Jenderal Titus dari Romawi sesuai Nubuat Nabi Daniel (Daniel 9:26b).
4.      Tahun 135 M, Kaisar Romawi Hardianus kembali mengobrak abrik peradaban bangsa yahudi di Palestina, menyebabkan banyak diantaranyaterbuang ke Babel dan kemungkinan ada diantara mereka yang tidak pernah kembali lagi ke tanah airnya.
            Andai kata suku Woirata merupakan segelintir orang Israel yang berada di pulau Kisar, maka hal itu diduga berdasarkan empat peristiwa di atas.ada diantaranya yang mungkin meninggalkan tanah airnya sejak tahun 700-an SM ataupun Tahun 500-an SM tapi kemungkinan sebagian lagi yang keluar antara Tahun 70M dan 135M.
            Buktinya ialah salah satu keluarga dari Soa Haiyau yang tiba terakhir dan bergabung dengan keluarga suku Woirata lainnya yaitu Mata rumah “Le Lauwar” (keluarga Mauki). Keluarga ini diprediksi tinggalkan tanah Israel antara Tahun 70M dan Tahun 135M. Indikator yang memperkuat perkiraan di atas yaitu dalam penuturan para leluhur mereka bahwa keluarga tersebut mengetahui kehidupan pribadi Yesus.




            Berdasarkan keterangan di atas, maka kedatangan dan keberadaan suku Woirata di Pulau KISar zaman dahulu, terkandung maksud yaitu mereka hendak menyembunyikan diri dari incaran serta kejaran musuh ketika tertawan ataupun terusir keluar dari tanah airnya.  Karena trauma dan takut dari kejaran musuh yang sewaktu-waktu bisa menyerang, sehingga mereka membuat tempat tinggal di perbukitan agar lebih muda memantau dengan cepat setiap gerakan dan ancaman pihak musuh tertentu. Untuk pengamanan lingkungan juga diupayakan membangun tembok batu karang sebagai pagar sekeliling areal pemukiman warga yang merupakan benteng pertahanan. Ketakutan akan musuh inilah yang membuat para leluhur dalam tuturan sejarahnya tidak perna menyebutkan tempat asal mereka secara jelas, hanya sebagai isyarat dikatakan bahwa mereka datang dari arah matahari terbenam.

D.     Tercetus Nama Untuk Pulau Yotowawa menjadi Kisar
            Ketika bukit Manheri dan Mauhara sudah dihuni oleh suku Woirata maka datang lagi beberapa suku lain diantaranya suku Meher. Suku Meher ini diijinkan tinggal bersama menempati sebelah barat wilayah pulau. Hal ini berdasarkan kesepakatan pembagian pulau ini yang semulah telah dilakukan antara Lewenmali dan Asamali bersama keluarga Pilmali Laumali dari Papula.
            Suku Meher diperbolehkan tinggal dipulau ini cukup beralasan kerena bahasa suku Meher berasal dari daerah Mehara-Kabupaten Lospalos yang merupakan tetangga dengan bahasa fataluku yang serumpun bahasa Woirata.
            Ketika berlangsungnya aktifitas sosial kemasyarakatan dalam kehidupan Suku Woirata maupun suku Meher, maka waktu itulah mencul sebutan untuk nama daratan pulau ini sebagai identitas yaitu “Yotowawa Daisuli”. Nama tersebut tetap dipakai bersama hingga saat kedatangan kapal VOC Belanda pertama kali Tahun 1665.
            Kapal itu berlabuh diperairan pantai KIHAR wilayah administrasi adat Suku Woirata. Dari nama Pantai Kihar inilah ditelusuri tentang cikal bakal tercetusnya nama pulau Kisar. Setelah tiba kapal VOC Belanda Tahun 1665, kemudian memasuki tahun 1700, maka nama Pulau Kisar (KIZAR) tercatat dalam lembaran administrasi Kompeni Belanda. Kemudian dilanjutkan oleh pemerintah Hindia belanda maupun penjajahan Jepang dan nama pulau ini diabadikan sejak masa kemerdekaan sampai saat ini. Sedangkan nama Yotowawa Daisuli yang merupakan identitas asli negeri ini seolah-olah sirna.
(Kapal VOC Belanda yang pertama tiba di pulau ini bernama “LOENEN” dinahkodai oleh tuan “JAN BLIME”, sesuai keterangan dari Prof.Dr. Dieter Bartels, antropolog asal dari dari negeri Belanda di Woirata tanggal 4 Juli 2009).
Apa sebab nama Pulau ini disebut “KISAR” ?
Sekilas uraian analistis berikut ini :
            Kapal VOC tersebut waktu itu baru pertama kali tiba di Pulau yang saat itu bernama Yotowawa Daisuli. Olehnya kapten Jan Blime kedaratan tibah di pantai Kihar. Disitu dia berdialog dengan dua orang tokoh masyarakat Woirata dar Manheri bernama Horsair dan Mutasair. Dalam dialog diantara mereka beberapa kali kapten dengan bahasanya d isertai isyarat jari tangannya menunjuk kearah pasir pantai Kihar. Yang ditanyakan nama pulau yang baru ia temukan dalam pelayarannya. Namun Horsair dan Mutasair tidak mengerti bahasa isyarat tersebut maka mereka menyebut “KIHAR” sebab prasangkanya adalah nama Pantai yang ditanyakan, berhubung saat itu mereka sedang berada di pantai Kihar.

            Seusai berdialog mereka berpisah karena kapten Jan Blime sudah memberikan cindera mata kepada Horsair dan Mutasair. Kemudian kapal itu berlayar ke arah barat dan berlabuh di pesisir barat pulau yang disebut Namaluli. Kini terdapat dermaga yang dikenal dengan sebutan Pantai “NAMA”. Horsair dan Mutasair kembali ke Manheri dengan cindera mata pemberian kapten yaitu :
·         Dua buah tongkat untuk Horsair dan Mutasair bersama sehelai bendera Belanda
·         Satu buah batu bata bertuliskan “N-VOC”, kini tertempel pada tembok bekas gedung DPRD Kabupaten MBD di Wonreli, awalnya merupakan gedung SD Kristen Wonreli yang dibangun Tahun 1926/1927
·         Satu buku besar, namun cetakan isinya tidak bisa dibaca oleh para leluhur Woirata karena waktu itu mereka tidak tahu membaca.  Karena tidak ada tempat yang layak untuk menyimpan buku itu, lalu para leluhur mengamankan buku tersebut dibawah lempengan batu papan dipusat negeri Manheri. Tempatnya ditandai dengan timbunan batu bata berupa mezba sampai hari ini. Ketika ada tim arkeolog yang datang ke Manheri beberapa waktu lalu telah terungkap bahwa buku pemberian Kapten Jan Blime Tahun 1665 adalah ALKITAB yang di tulis dalam bahasa Belanda.
            Dengan demikian disimpulkan bahwa Tahun 1665 tersirat sebagai awal mula injil masuk Pulau Kisar dan diterima oleh leluhur Suku Woirata. Baru pada Tahun 1908 injil pertama kali diberitakan di Woirata dengan pendirian gedung gereja darurat disuatu lokasi bernama Lasmomor. Sedangkan penulisan nama pulau kisar pada waktu zaman belanda di tulis KIZAR, merupakan salah pengertian tentang maksud pertanyaan kapten Jan Blime dengan Horsair dan Mutasair dalam dialog di pantai KIHAR. Karena nama pantai KIHAR merupakan embrio tercetusnya nama Pulau Kisar.

PENUTUP
            Pada masa kemerdekaan sejak Tahun 1945 sampai tahun 1960-an secara perlahan suku Woirata tidak lagi menetap di Manheri, Mauhara dan Ili Kesi. Generasi baru lebih cenderung mendiami daerah pedalaman yang merupakan dataran rendah. Tujuannya bercocok tanam dan menyekolahkan anak-anak sambil mengikuti perkembangan Iptek zaman moderen. 
            Kini bukit Manheri dan Mauahar maupun Ili kesi kebanggaan suku woirata itu masih tetap berdri kokoh namun sayangnya telah tertutup hutan belukar dengan status sebagai negeri lama (bhs woirata: Negeri lama=momor matu).
            Kendati demikian bukannya ketiga perbukitan itu terlupakan begitu saja. Akan tetapi justru Manheri dan Mauhara yang dahulu dijuluki Horna Werna dan Ruskoli yaluresi serta Ili Kesi sebagai negeri pertama di pulai kisar dengan taburan panorama alamnya yang mempesona, akan tetap menjadi pujaan dan juga saksi bisu tentang eksistensi dan keberadaan leluhur orang woirata masa lampau yang telah meninggalkan suatu memori sekaligus nostalgia tiada akhir bagi anak cucu sepanjang masa.
            Selain itu pantai KIHAr yang setiap saat tertimpa deburan ombak laut selat Timor leste yang terus datang memecah kesunyian, tersimpan sejuta kisah dan kenangan masa lampau tentang kehidupan para leluhur sebagai suatu tabir, namun merupakan rangkaian fakta sejarah yang tidak mungkin akan terulang kembali di masa depan.



Catatan :
            Kesimpulan penulisan ini  adalah kajian antropolog J.P.B de Joseling de Jong tentang identitas etnis woirata tidak tepat keabsahannya dan merupakan keterangan sepihak dari nara sumber tertentu yang bersifat ilegal dan distorsi karena kontradiksi dengan penuturan para leluhur woirata. Keterangan itu juga merupakan sikap arogansi pihak tertentu pada masa lalu sebagai bentuk penghinaan terhadap martabat orang woirata tempo dulu. Hal ini diakibatkan pada masa lampau tersebut etnis woirata tertinggal jauh dalam bidang pendidikan setelah kedatangan Belanda di Pulau Kisar tahun 1665 itu.
            Demikian sekilas uraian tentang eksistensi dan jejak perjalanan serta keberadaan suku woirata masa lalu di  pulau yang kini bernama KISAR tapi dahulukala ada sebutan untuk namanya yaitu “DALAP PITU”, “CALA HITU”,”DALA HITU” dan juga di sebut Yotowawa Daisuli.


Nara sumber :
1.      Bpk Anis Ratumali
2.      Bpk Sua Serain
3.      Bpk Marten Haratilu
4.      Bpk Yan Teikuar
5.      Bpk Obet katihara
6.      Bpk Musa Haisoo
7.      Bpk Bobi resimere
8.      Bpk Jopi lewedalu
9.      Bpk Agus Pakniani
10.  Bpk Danus Maunay
11.  Bapak Lucas wedilen
12.  Bpk Oleng Maatelu
13.  Bpk Edi da Costa
14.  Bpk Sem Lolopaly

19 komentar:

  1. Seharusnya Kisar itu bagian dari Timor Leste karena bahasa mereka serumpung dengan bahasa Timor serta masyarakatnya memiliki ikatan darah dengan sejumlah wilayah di Timor Leste. lagian terlalu jauh dari Maluku kenapa ngga beri ke Timor Leste aje biar bias dibangung cepat kan Timor Leste kaya.

    BalasHapus
  2. bukan Kisar bagian dari Timor Leste, tapi Timor leste yang justru bagian dari Maluku

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lucu eeee...... Dri zaman Voc itu wilayah Barat Daya sampai Tanimbar atau tenggara Barat itu msk dlm wilayah Timor. Coba d cek. Asbun. Krna wilayah itu sebagian besar berasal dari Timor.

      Hapus
  3. makasih kk oni wesilen atas postingannya, sangat bermanfaat bagi beta dalam buat tugas
    GBU

    BalasHapus
  4. mehara-lospalos yang mana itu
    mehara itu ada di pulau sabu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mehara adalah desa saya yang Sekarang berapa Di kecamatan Tutuala desa mehara

      Hapus
  5. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  6. apakah boleh meminta kontak dari penulis?

    BalasHapus
  7. Dalam artikel di katakan bahwa No ipi ratu datang dari matahri terbit ke matahari turun, artinya nenek moyang Kisar berasal dari Lautem, dalam artikel ini ada beberapa kata yang sama persis Fataluku.

    BalasHapus
  8. Artikel ini sangat membantu iptek saya, saya baru tau kalo kisar itu leluhur dari Timor Lorosa'e yaitu Maubise, Suai Loro, Lautem dll

    Thank you buat kaka atau om yg buat artikr itu

    Salam kenal beta dari Timor Leste

    BalasHapus
  9. Kisar ke Com/Tutuala-Lautem sekitar 2 Jam udah nyampai, Kisar ke Ambon-Maluku butuh tiga hari-tiga malam baru nyampai itupun tanpa sandar-singah2 di pulau yg lain-..Nama-Nama para nara sumber diatas saja, dari Timor-Leste sebagian sama persis dari suku-suku adat dari Lautem, dan juga dari beberapa distrik yg lain di TL, ada pula yang nama panggil asli/persis dari moyang kita sampai hari ini.

    BalasHapus
  10. Bantu share di basudara yg lain biar yg blm tahu bisa jdi tahu.
    Slm utk smua basudara smua.

    BalasHapus
  11. Bantu share di basudara yg lain biar yg blm tahu bisa jdi tahu.
    Slm utk smua basudara smua.

    BalasHapus
  12. Waah... sambil baca sambil membayangkan perjalanan panjang mama pung leluhur sampai mereka tiba di Pulau Kisar...
    Makasih Om

    BalasHapus
  13. By org Kisar to by Zn tau sejarah eee😅

    BalasHapus